HUKUM JIMAT/RAJAH/WAFAK (TAMIMAH)
sebelum membahas mengenai azimat terlebih dahulu
macam macam jimat, ada dua macam jimat yaitu jimat jahiliyah dan jimat
syar'iyah. Jimat jahiliyah sudah jelas keharamannya secara mutlak. Perbedaan
pendapat terjadi apda jimat syar'iyah atau jimat yang berisi ayat Quran, bacaan
dzikir atau doa-doa.
Ada beberapa dalil dari hadits Nabi yang menjelaskan
kebolehan ini. Di antaranya adalah:
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الأشْجَعِي، قَالَ:" كُنَّا نَرْقِيْ فِيْ الجَاهِلِيَّةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَتَرَى فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: اعْرِضُوْا عَلَيّ رُقَاكُمْ، لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
Dari Auf bin Malik al-Asja’i, ia meriwayatkan bahwa pada zaman Jahiliyah, kita
selalu membuat azimat (dan semacamnya). Lalu kami bertanya kepada Rasulullah,
bagaimana pendapatmu (ya Rasul) tentang hal itu. Rasul menjawab, ''Coba
tunjukkan azimatmu itu padaku. Membuat azimat tidak apa-apa selama di dalamnya
tidak terkandung kesyirikan." (HR Muslim
[4079]).
Dalam At-Thibb an-Nabawi, al-Hafizh al-Dzahabi menyitir
sebuah hadits:
Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ''Apabila salah
satu di antara kamu bangun tidur, maka bacalah (bacaan yang artinya) Aku
berlindung dengan kalimat-kalimat Allah SWT yang sempurna dari kemurkaan dan
siksaan-Nya, dari perbuatan jelek yang dilakukan hamba-Nya, dari godaan syetan
serta dari kedatangannya padaku. Maka syetan itu tidak akan dapat membahayakan
orang tersebut." Abdullah bin Umar mengajarkan bacaan tersebut kepada anak
anaknya yang baligh. Sedangkan yang belum baligh, ia menulisnya pada secarik
kertas, kemudian digantungkan di lehernya. (At-Thibb an-Nabawi, hal
167).
Dengan demikian, hizib atau azimat dapat dibenarkan dalam agama Islam. Memang
ada hadits yang secara tekstual mengindikasikan keharaman meoggunakan azimat,
misalnya:
عَنْ عَبْدِ اللهِ قاَلَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ الرُّقًى وَالتَّمَائِمَ وَالتَّوَالَةَشِرْكٌ
Dari Abdullah, ia berkata, Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,
“'Sesungguhnya hizib, azimat dan pelet, adalah perbuatan syirik.” (HR
Ahmad [3385]).
menurut Ibnu Hajar dan para ulama yang lain mengatakan:
"Keharaman yang terdapat dalam hadits itu, atau hadits yang lain, adalah
apabila yang digantungkan itu tidak mengandung Al-Qur’an atau yang semisalnya.
Apabila yang digantungkan itu berupa dzikir kepada Allah SWT, maka larangan itu
tidak berlaku. Karena hal itu digunakan untuk mengambil barokah serta
minta perlindungan dengan Nama Allah SWT, atau dzikir kepado-Nya." (Faidhul
Qadir, juz 6 hal 180-181)
lnilah dasar kebolehan membuat dan menggunakan amalan, hizib serta azimat.
Karena itulah para ulama salaf semisal Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyyah
juga membuat azimat.
A-Marruzi berkata, ''Seorang perempuan mengadu kepada Abi Abdillah Ahmad bin
Hanbal bahwa ia selalu gelisah apabila seorang diri di rumahnya. Kemudian Imam
Ahmad bin Hanbal menulis dengan tangannya sendiri, basmalah, surat al-Fatihah
dan mu'awwidzatain (surat al-Falaq dan an-Nas)."
Al-Marrudzi juga menceritakan tentang Abu Abdillah yang menulis untuk orang
yang sakit panas, basmalah, bismillah wa billah wa Muthammad Rasulullah,
QS. al-Anbiya: 69-70, Allahumma rabbi jibrila dst. Abu Dawud
menceritakan, "Saya melihat azimat yang dibungkus kulit di leher anak Abi
Abdillah yang masih kecil." Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah menulis QS Hud:
44 di dahinya orang yang mimisan (keluar darah dati hidungnya), dst." (Al-Adab
asy-Syar'iyyah wal Minah al-Mar'iyyah, juz II hal 307-310)
Namun tidak semua doa-doa dan azimat dapat dibenarkan. Setidaknya, ada tiga
ketentuan yang harus diperhatikan.
1. Meluruskan
niat mencari ridho Allah swt dan jangan menyekutukan Allah dengan segala apapun
2. Harus
menggunakan Kalam Allah SWT, Sifat Allah, Asma Allah SWT ataupun sabda
Rasulullah SAW
3. Menggunakan
bahasa Arab ataupun bahasa lain yang dapat dipahami maknanya.
4. Tertanam
keyakinan bahwa ruqyah itu tidak dapat memberi pengaruh
apapun, tapi (apa yang diinginkan dapat terwujud) hanya karena takdir Allah
SWT. Sedangkan doa dan azimat itu hanya sebagai salah satu sebab saja." (Al-Ilaj
bir-Ruqa minal Kitab was Sunnah, hal 82-83).
Sedangkan memurut mayoritas ulama (jumhur) madzhab
yang empat yaitu Maliki, Hanafi, Syafi'i dan
Hanbali membolehkannya, yang mana jimat itu boleh
digantung di leher atau tidak
dipakai.
Hujjah dan dalil mengenai azimat pandangan ulama
adalah sebagai berikut:
1. Madzhab Hanafi membolehkan jimat yang digantung
di leher yang berisi ayat Quran, doa atau dzikir. Al-Matrazi Al-Hanafi dalam
kitab Al-Maghrib mengatakan:
Al-Qutbi mengatakan bahwa ma'adzat (pengobatan)
adalah tamimah
(jimat
jahiliyah). Padahal bukan. Karena tamimah itu dibuat
dari manik. Ma'adzah tidak apa-apa asalkan yang ditulis di dalamnya adalah
Al-Quran atau nama-nama Allah.
2. Madzhab Maliki berpendapat boleh. Abdul Bar dalam
At-Tamhid XVI/171 menyatakan:
Malikberkata: Boleh menggantungkan kitab yang
mengandung
nama-nama
Allah pada leher orang yang sakit untuk tabarruk
(mendapat berkah) asal menggantungkannya tidak dimaksudkan untuk mencegah
bala/penyakit. Ini sebelum turunnya bala/penyakit. Apabila terjadi bala, maka
boleh melakukan ruqyah dan menggantungkan tulisan di leher.
3. Madzhab
Syafi'i berpendapat boleh. Imam Nawawi dalam
kitab Al-Majmuk Syarhul
Muhadzab IX/77 menyatakan:
Imam Baihaqi
meriwayatkan hadits dengan sanad yang sahih dari Said
bin Musayyab bahwa
Said memerintahkan untuk menggantungkan Quran dan mengatakan "Tidak
apa-apa". Baihaqi berkata: Ini semua kembali pada apa yang kita katakan:
Bahwasanya apabila ruqyah (pengobatan) dilakukan dengan sesuatu yang tidak
diketahui atau dengan cara jahiliyah maka tidak boleh. Apabila ruqyah dilakukan
dengan memakai Al-Quran atau dengan sesuatu yang dikenal seperti dzikir pada
Allah dengan mengharap berkahnya dzikir dan berkeyakinan bahwa penyembuhan
berasal dari Allah maka tidak apa-apa.
4. Madzhab Hanbali
(madzhab fiqh-nya kalangan Wahabi) berpendapat boleh. Al-Mardawi dalam
kitab Tash-hihul Furu' II/173 menyatakan:
Dalam kitab Adabur
Ri'ayah dikatakan: Hukumnya makruh
menggantungkan
tamimah dan semacamnya. Dan boleh menggantungkan/memakai kalung yang berisi
ayat Quran, dzikir, dll. Begitu juga pengobatan. Juga boleh menulis ayat Quran
dan dzikir dengan bahasa Arab dan digantungkan di leher yang sakit atau wanita
hamil. Dan (boleh dengan) diletakkan di wadah berisi air kemudian airnya
diminum dan dibuat pengobatan (ruqyah) dengan sesuatu yang berasal dari Quran,
dzikir atau do'a
Klik MACAM-MACAM AZIMAT
GEMBLENGAN ILMU
- GEMBLENGAN PROGRAM GURU BESAR ILMU HIKMAH SEJATI
- GUDANG BERTUAH
- TESTIMONI
- ILMU TRAWANGAN / MATA BATIN
- GEMBLENGAN PROGRAM GURU BESAR TARBIYAH ILMU HIKMAH
- GEMBLENGAN PROGRAM GURU BESAR ILMU HIKMAH LANGITAN
- GEMBLENGAN SPESIAL ILMU KHODAM MACAN PUTIH CIREBON
- GEMBLENGAN SPESIALIS TARIK PUSAKA
- PROGRAM GEMBLENGAN ILMU KEJAWEN
- PROGRAM GRAND MASTER PENGHUSADA
- PROGRAM TARBIYAH RAJA MAHABBAH
- PROGRAM ILMU HIKMAH KASEPUHAN TINGKAT TINGGI
HUKUM JIMAT/RAJAH/WAFAK (TAMIMAH)
sebelum membahas mengenai azimat terlebih dahulu
macam macam jimat, ada dua macam jimat yaitu jimat jahiliyah dan jimat
syar'iyah. Jimat jahiliyah sudah jelas keharamannya secara mutlak. Perbedaan
pendapat terjadi apda jimat syar'iyah atau jimat yang berisi ayat Quran, bacaan
dzikir atau doa-doa.
Ada beberapa dalil dari hadits Nabi yang menjelaskan
kebolehan ini. Di antaranya adalah:
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الأشْجَعِي، قَالَ:" كُنَّا نَرْقِيْ فِيْ الجَاهِلِيَّةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَتَرَى فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: اعْرِضُوْا عَلَيّ رُقَاكُمْ، لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
Dari Auf bin Malik al-Asja’i, ia meriwayatkan bahwa pada zaman Jahiliyah, kita selalu membuat azimat (dan semacamnya). Lalu kami bertanya kepada Rasulullah, bagaimana pendapatmu (ya Rasul) tentang hal itu. Rasul menjawab, ''Coba tunjukkan azimatmu itu padaku. Membuat azimat tidak apa-apa selama di dalamnya tidak terkandung kesyirikan." (HR Muslim [4079]).
Dalam At-Thibb an-Nabawi, al-Hafizh al-Dzahabi menyitir sebuah hadits:
Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ''Apabila salah satu di antara kamu bangun tidur, maka bacalah (bacaan yang artinya) Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah SWT yang sempurna dari kemurkaan dan siksaan-Nya, dari perbuatan jelek yang dilakukan hamba-Nya, dari godaan syetan serta dari kedatangannya padaku. Maka syetan itu tidak akan dapat membahayakan orang tersebut." Abdullah bin Umar mengajarkan bacaan tersebut kepada anak anaknya yang baligh. Sedangkan yang belum baligh, ia menulisnya pada secarik kertas, kemudian digantungkan di lehernya. (At-Thibb an-Nabawi, hal 167).
Dengan demikian, hizib atau azimat dapat dibenarkan dalam agama Islam. Memang ada hadits yang secara tekstual mengindikasikan keharaman meoggunakan azimat, misalnya:
عَنْ عَبْدِ اللهِ قاَلَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ الرُّقًى وَالتَّمَائِمَ وَالتَّوَالَةَشِرْكٌ
Dari Abdullah, ia berkata, Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “'Sesungguhnya hizib, azimat dan pelet, adalah perbuatan syirik.” (HR Ahmad [3385]).
menurut Ibnu Hajar dan para ulama yang lain mengatakan:
"Keharaman yang terdapat dalam hadits itu, atau hadits yang lain, adalah apabila yang digantungkan itu tidak mengandung Al-Qur’an atau yang semisalnya. Apabila yang digantungkan itu berupa dzikir kepada Allah SWT, maka larangan itu tidak berlaku. Karena hal itu digunakan untuk mengambil barokah serta minta perlindungan dengan Nama Allah SWT, atau dzikir kepado-Nya." (Faidhul Qadir, juz 6 hal 180-181)
lnilah dasar kebolehan membuat dan menggunakan amalan, hizib serta azimat. Karena itulah para ulama salaf semisal Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyyah juga membuat azimat.
A-Marruzi berkata, ''Seorang perempuan mengadu kepada Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal bahwa ia selalu gelisah apabila seorang diri di rumahnya. Kemudian Imam Ahmad bin Hanbal menulis dengan tangannya sendiri, basmalah, surat al-Fatihah dan mu'awwidzatain (surat al-Falaq dan an-Nas)." Al-Marrudzi juga menceritakan tentang Abu Abdillah yang menulis untuk orang yang sakit panas, basmalah, bismillah wa billah wa Muthammad Rasulullah, QS. al-Anbiya: 69-70, Allahumma rabbi jibrila dst. Abu Dawud menceritakan, "Saya melihat azimat yang dibungkus kulit di leher anak Abi Abdillah yang masih kecil." Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah menulis QS Hud: 44 di dahinya orang yang mimisan (keluar darah dati hidungnya), dst." (Al-Adab asy-Syar'iyyah wal Minah al-Mar'iyyah, juz II hal 307-310)
Namun tidak semua doa-doa dan azimat dapat dibenarkan. Setidaknya, ada tiga ketentuan yang harus diperhatikan.
1. Meluruskan
niat mencari ridho Allah swt dan jangan menyekutukan Allah dengan segala apapun
2. Harus
menggunakan Kalam Allah SWT, Sifat Allah, Asma Allah SWT ataupun sabda
Rasulullah SAW
3. Menggunakan
bahasa Arab ataupun bahasa lain yang dapat dipahami maknanya.
4. Tertanam
keyakinan bahwa ruqyah itu tidak dapat memberi pengaruh
apapun, tapi (apa yang diinginkan dapat terwujud) hanya karena takdir Allah
SWT. Sedangkan doa dan azimat itu hanya sebagai salah satu sebab saja." (Al-Ilaj
bir-Ruqa minal Kitab was Sunnah, hal 82-83).
Sedangkan memurut mayoritas ulama (jumhur) madzhab
yang empat yaitu Maliki, Hanafi, Syafi'i dan
Hanbali membolehkannya, yang mana jimat itu boleh
digantung di leher atau tidak
dipakai.
Hujjah dan dalil mengenai azimat pandangan ulama
adalah sebagai berikut:
1. Madzhab Hanafi membolehkan jimat yang digantung
di leher yang berisi ayat Quran, doa atau dzikir. Al-Matrazi Al-Hanafi dalam
kitab Al-Maghrib mengatakan:
Al-Qutbi mengatakan bahwa ma'adzat (pengobatan)
adalah tamimah
(jimat
jahiliyah). Padahal bukan. Karena tamimah itu dibuat
dari manik. Ma'adzah tidak apa-apa asalkan yang ditulis di dalamnya adalah
Al-Quran atau nama-nama Allah.
2. Madzhab Maliki berpendapat boleh. Abdul Bar dalam
At-Tamhid XVI/171 menyatakan:
Malikberkata: Boleh menggantungkan kitab yang
mengandung
nama-nama
Allah pada leher orang yang sakit untuk tabarruk
(mendapat berkah) asal menggantungkannya tidak dimaksudkan untuk mencegah
bala/penyakit. Ini sebelum turunnya bala/penyakit. Apabila terjadi bala, maka
boleh melakukan ruqyah dan menggantungkan tulisan di leher.
3. Madzhab
Syafi'i berpendapat boleh. Imam Nawawi dalam
kitab Al-Majmuk Syarhul
Muhadzab IX/77 menyatakan:
Imam Baihaqi
meriwayatkan hadits dengan sanad yang sahih dari Said
bin Musayyab bahwa
Said memerintahkan untuk menggantungkan Quran dan mengatakan "Tidak
apa-apa". Baihaqi berkata: Ini semua kembali pada apa yang kita katakan:
Bahwasanya apabila ruqyah (pengobatan) dilakukan dengan sesuatu yang tidak
diketahui atau dengan cara jahiliyah maka tidak boleh. Apabila ruqyah dilakukan
dengan memakai Al-Quran atau dengan sesuatu yang dikenal seperti dzikir pada
Allah dengan mengharap berkahnya dzikir dan berkeyakinan bahwa penyembuhan
berasal dari Allah maka tidak apa-apa.
4. Madzhab Hanbali
(madzhab fiqh-nya kalangan Wahabi) berpendapat boleh. Al-Mardawi dalam
kitab Tash-hihul Furu' II/173 menyatakan:
Dalam kitab Adabur
Ri'ayah dikatakan: Hukumnya makruh
menggantungkan
tamimah dan semacamnya. Dan boleh menggantungkan/memakai kalung yang berisi
ayat Quran, dzikir, dll. Begitu juga pengobatan. Juga boleh menulis ayat Quran
dan dzikir dengan bahasa Arab dan digantungkan di leher yang sakit atau wanita
hamil. Dan (boleh dengan) diletakkan di wadah berisi air kemudian airnya
diminum dan dibuat pengobatan (ruqyah) dengan sesuatu yang berasal dari Quran,
dzikir atau do'a
Klik MACAM-MACAM AZIMAT
GEMBLENGAN ILMU
Klik MACAM-MACAM AZIMAT
GEMBLENGAN ILMU
- GEMBLENGAN PROGRAM GURU BESAR ILMU HIKMAH SEJATI
- GUDANG BERTUAH
- TESTIMONI
- ILMU TRAWANGAN / MATA BATIN
- GEMBLENGAN PROGRAM GURU BESAR TARBIYAH ILMU HIKMAH
- GEMBLENGAN PROGRAM GURU BESAR ILMU HIKMAH LANGITAN
- GEMBLENGAN SPESIAL ILMU KHODAM MACAN PUTIH CIREBON
- GEMBLENGAN SPESIALIS TARIK PUSAKA
- PROGRAM GEMBLENGAN ILMU KEJAWEN
- PROGRAM GRAND MASTER PENGHUSADA
- PROGRAM TARBIYAH RAJA MAHABBAH
- PROGRAM ILMU HIKMAH KASEPUHAN TINGKAT TINGGI
0 komentar:
Post a Comment